Air Susu Dibalas Air Tuba, Anak di Bekasi Aniaya Ibunya Sebuah kisah memilukan kembali mengguncang publik Tanah Air. Seorang anak laki-laki di Bekasi tega menganiaya ibu kandungnya sendiri hingga tersungkur tak berdaya di lantai rumah mereka. Insiden ini bukan hanya menohok hati nurani, tetapi juga menjadi gambaran buram tentang keretakan hubungan keluarga di tengah tekanan ekonomi dan sosial.
Pepatah tua “air susu dibalas air tuba” benar-benar menjadi kenyataan dalam tragedi ini. Saat seorang ibu merawat anaknya dari bayi hingga dewasa dengan kasih sayang tanpa batas, yang didapat justru kekerasan dan pengkhianatan. Artikel ini akan mengulas kronologi kejadian, latar belakang pelaku, reaksi masyarakat, hingga langkah hukum dan psikologis yang sedang ditempuh oleh pihak berwajib.
Kronologi Kejadian: Nafsu Emosi Hancurkan Kasih Ibu
Peristiwa keji ini terjadi pada Sabtu, 22 Juni 2025, di sebuah rumah kontrakan di kawasan Pondok Ungu, Bekasi Utara. Pelaku, berinisial R (23), tinggal bersama ibu kandungnya yang berusia 52 tahun, dikenal oleh warga sebagai Ibu Tini, seorang janda yang membuka usaha warung kecil untuk menyambung hidup.
Menurut keterangan tetangga, insiden bermula dari pertengkaran mulut yang diduga dipicu oleh permintaan uang dari R kepada sang ibu. Saat itu, R disebut meminta sejumlah uang untuk keperluan pribadi, namun Ibu Tini menolak karena kondisi keuangan mereka memang sedang sulit.
“Ibunya bilang belum ada uang. Tapi anaknya malah emosi. Kami dengar suara piring pecah dan teriakan,” ujar Yati, tetangga sebelah rumah.
Tak lama setelah cekcok, R mendorong dan memukul sang ibu. Ibu Tini tersungkur di lantai ruang tengah, mengalami luka memar di pelipis dan tangan kiri.
Pertolongan Warga dan Tindakan Polisi
Warga sekitar yang mendengar keributan langsung datang ke lokasi. Salah seorang warga, Bapak Sarmidi, berinisiatif melaporkan kejadian ke Polsek Bekasi Utara. Dalam waktu singkat, petugas datang dan langsung mengamankan R tanpa perlawanan.
Sementara itu, Ibu Tini segera dibawa ke RSUD Kota Bekasi untuk mendapatkan perawatan. Berdasarkan hasil visum awal, korban mengalami memar di pelipis kanan, goresan di tangan kiri, dan trauma psikis berat.
“Pelaku kami amankan dan sedang dalam proses pemeriksaan intensif. Ia akan dikenakan pasal kekerasan dalam rumah tangga,” ujar Kapolsek Bekasi Utara Kompol Budianto.
Latar Belakang Pelaku: Pengangguran dan Diduga Konsumsi Obat Terlarang
Dari hasil penyelidikan sementara, diketahui bahwa R tidak memiliki pekerjaan tetap dan sudah beberapa kali terlibat dalam masalah keluarga. Beberapa tetangga menyebut bahwa R kerap menghabiskan waktu di warnet dan tidak membantu ibunya bekerja.
Lebih jauh lagi, pihak kepolisian tidak menutup kemungkinan adanya indikasi penggunaan obat-obatan terlarang, mengingat sikap R yang cenderung agresif dan sulit dikendalikan.
“Kami masih menunggu hasil tes urine pelaku. Bila terbukti mengonsumsi zat adiktif, maka proses hukum bisa diperluas ke UU Narkotika,” tambah Kompol Budianto.
Reaksi Publik Aniaya: “Ini Bukan Anak, Tapi Durhaka!”
Kabar tentang penganiayaan ibu kandung ini dengan cepat menyebar di media sosial dan grup-grup WhatsApp warga Bekasi. Banyak warganet yang geram dan mengecam keras tindakan pelaku.
Komentar seperti:
“Air susu dibalas air tuba. Dulu ibumu yang menyuapimu, sekarang kamu yang menghajarnya?”
“Kalau begini, sudah bukan manusia lagi. Manusia punya hati.”
“Jangan tunggu karma datang. Hukum harus tegas!”
Di sisi lain, sebagian netizen menyerukan pentingnya pendidikan emosional sejak dini agar anak-anak tumbuh dengan empati dan akhlak yang kuat, bukan sekadar kecerdasan akademik.
Perspektif Psikolog: Antara Gangguan Mental dan Didikan Rusak
Psikolog klinis Dr. Farah Irawati menilai bahwa kejadian ini menunjukkan indikasi ketimpangan emosi dan hilangnya empati pada individu muda akibat tekanan hidup dan kurangnya pendidikan karakter.
“Anak yang tumbuh tanpa kontrol emosi, tidak belajar menghargai orang tua, dan tidak diajarkan tanggung jawab—akan lebih mudah melakukan kekerasan, bahkan kepada ibu kandungnya sendiri.”
Ia juga menekankan pentingnya intervensi komunitas dan pendampingan sosial, terutama di lingkungan urban padat seperti Bekasi, di mana tekanan ekonomi dan isolasi sosial dapat menciptakan bom waktu dalam rumah tangga.
Aspek Hukum Aniaya: Jeratan Pasal Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam kasus ini, pelaku akan dijerat dengan:
- UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
- Pasal 44 Ayat 1, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara
Jika terbukti ada unsur narkotika, maka pelaku juga dapat dijerat dengan:
- UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
- Ancaman hukuman bervariasi tergantung kadar zat terlarang yang dikonsumsi
Kepolisian menegaskan bahwa proses hukum akan dijalankan tanpa intervensi, meskipun pihak keluarga korban sempat menyatakan keinginan untuk damai.
Aniaya Saatnya Bangun Kembali Nilai Kasih dan Hormat dalam Keluarga
Kasus ini bukan sekadar catatan kriminal biasa. Ia adalah cermin retaknya fondasi keluarga dalam masyarakat modern. Ketika seorang ibu yang telah mengorbankan segalanya untuk anaknya justru menjadi korban kekerasan, itu menandakan bahwa kita telah gagal menanamkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan rumah tangga.
Kini saatnya seluruh elemen masyarakat—dari sekolah, RT/RW, tokoh agama, hingga lembaga negara—turut berperan dalam membangun budaya saling menghormati dan menyayangi dalam keluarga. Jangan sampai ada lagi anak-anak yang membalas air susu ibu dengan kekerasan yang menyakitkan.